CLIENT
CENTERED TERAPHY
A. Konsep Dasar Client Centered Teraphy
Client centered Teraphy dikembangkan
oleh Carl Person Rogers salah seorang psikolog klinis yang sangat menekuni
bidang konseling dan psikoterapi. Dia
dilahirkan pada 1902 di Loark Park Ilionis.
Berdasarkan sejarahnya teori
konseling yang dikembangkan Rogers ini mengalami beberapa perubahan,pada
awalnya dia menggembangkan pendekatan konseling yang disebut non-derektive counseling (1940) .
Pendekatan ini sebagai reaksi terhadap teori-teori konseling yang berkembang
saat itu yang terlalu berorientasi pada konselor atau directive counseling. Pada tahun 1951 Rogers mengubah namanya
menjadi client centered counseling
sehubungan dengan perubahan pandangan tentang konseling yang menekenkan pada
upaya reflektif terhadap perasaan klien. Enam tahun berikutnya pada 1957 Rogers mengubah kembali
pendekatanya menjadi konseling yang berpusat pada person (person centered) yang memandang klien sebagai patner dan perlu
adanya keserasian pengalaman baik pada klien
maupun konselor dan keduanya perlu mengemukakan pengalamanya pada
saat hubungan konseling berlangsung.
Konseling berpusat pada person ini
memperoleh sambutan positif dari
kalangan ilmuan maupun praktisi sehingga dapat berkembang secara pesat. Hingga saat ini pendekatan konseling ini masih relevan untuk
dipelajari dan diterapkan . Dalam kaitan ini Geldart (1989) menyatakan bahwa
gaya Rogers ini memiliki kekuatan (powerfull) dan manfaat (useful) dalam
membantu klien.
B.
Evolusi
Pendekatan Client Centered
Penekanan
terhadap klien sebagai yang ahli dan si konselor sebagai sumber refleksi dan
motivasi, terekam dalam desain pendekatan konseling “tidak langsung”. Dalam
studi yang dilaksanakan oleh Rogers dan muridnya di Universitas Ohio, tujuannya
adalah untuk mempelajari efek terhadap perilakdan direktif dan non direktif pada sisi konselor.
Peneltian ini merupakan riset pertama yang melibatkan penggunaan perekaman dan
transkripsi langsung sesi terapi aktual.
Saat
itu dalah akhir dari perang dunia dan pulangnya personil tentara dalam jumlah
yang besar. Banyak di antara
mereka trauma atas pengalaman yang mereka alami. Dan, hal tersebut adanya
tuntutan untuk menolong yang dapat di akses dan praktis untuk menghadapi
transsisi kembali kembali pada kehidupan sipil. Bentuk psikoterapi yang dominan
saat itu adalah psikoanalisis yang terlalu mahal untuk tentara dalam jumlah
besar. Pendekatan behavioral belum muncul. Pendekatan non direktif Rogers
merepresentasikan solusi ideal dan generasi psikologi dilatih, atau Universitas
lain oleh para kolega Rogers.
Studi yang dilakukan oleh Truax (1966) dan lainnya
menyarankan bahwa seharusnya konselor non direktif secara subtil menguatkan
pernyataan tertentu yang dibuat oleh
klien, dan tidak menawarkan ketertarikan, penguatan atau persetujuan mereka
ketika peryantaan dengan tipe yang berbeda dibuat. Penekanan pada perubahan ini
ditandai dengan penanaman kembalipendekatan tersebut menjadi client-centered.
Publikasi kunci pada periode ni adalah client-centerd therapy oleh
Charl Rogers (1951) dan koleksi paper riset Rogers dan Dymond (1954).
Paper yang ditulis oleh Rogers pada 1957 tentang “perlu
dan tercukupinya : kondisi empati, kongruen, dan penerimaan, yang kemudian hari
dikenal sebagai model “kondisi inti” (core condition), bersama dengan
apa yang diformulasikannya sebagai terapi “konsepsi proses” (prosess
conception) merupakan landasan yang penting.
Evolusi pendekatan client centered selama 50 tahun
mengilustrasikan banyak faktor sosial dan kultural penting. Terapi client-centered
diciptakan dari sintesis terapi “pemahaman”. Penekana terhadap model
penerimaan diri dan smplisitas teoritis membuatnya sebagai terapi yang sesuai
untuk tentara yang pulang dari perang, dan membuatnya menjadi pendekatan paling
berpengaruh pada waktu itu.
C.
Teori Kepribadian
Untuk
memahami lebih luas tentang pandanganya tentang manusia perlu dipahami tentang
pandangan Roger tentang kepribadian. Rogers
mengungkapkan bahwa terdapat tiga unsur yang sangat esensial dalam
hubunganya tentang kepribadian yaitu self, medan fenomena, dan organisme.
1.
Self
Self adalah bagian dari kepribadian yang
terpenting pada pandangan rogers . self (disebut juga struktur self atau self concept) merupakan
presepsi dan nilai – nilai individu
tentang dirinya atau hal – hal lain yang berhubungan dengan dirinya. Self merupakan
suatu konsepsi yang merupakan presepsi
mengenai dirinya “I” atau “ me” dan
presepsi hubungan dirinya dengan orang
lain dengan segala aspek kehidupanya.
Self meliputi dua hal
yaitu self riil dan self ideal . Real self merupakan gambaran sebenarnya tentang
dirinya yang nyata dan ideal self merupakan apa yang menjadi kesukaan, harapan,
atau yang idealis tentang dirinya.
2.
Medan
fenomenal
Medan fenomenal
(fenomenal fieled) merupakan keseluruhan pengalaman seseorang yang
diterimanya’ baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Pengalaman yang
meliputi peristiwa-peristiwa yang diperoleh dari pengamatan dan dari apa yang
pernah dilakukan individu. Pengalaman ada yang bersifat internal yaitu persepsi
mengenai dirinya sendiri dan pengalaman yang bersifat eksternal yaitu persepsi
mengenai dunia luarnya . Pengalaman–pengalaman ini berbeda untuk setiap
individu.
Kita dapat memhami medan fenomenal seseorang hanya
dengan menggunakan kerangka pemikiran
internal individu yang bersangkutan .Pemahaman secara empati sebagai bentuk
internal frame of reference sangat berguna
dalam memahami medan fenomenal
ini.
3.
Organisme
Organisme merupakan keseluruhan totalitas individu yang
meliputi pemikiran,perilaku dan keadaan fisik . Organisme mempunyai satu kecenderungan
dan dorongan dasar yaitu mengaktualisasikan , mempertahankan dan mengembangkan
diri. Perilaku itu merupakan usaha organisme yang berarah tujuan (goal directed) yaitu untuk memuaskan
kebutuhan sebagaimana di dalamnya dan di
dalam medan sebagaimana yang diamatinya .
Kepribadian menurut Rogers merupakan hasil dari interaksi yang terus menerus antara organisme, self,
dan medan fenomenal. Untuk memahami perkembangan kepribadian perlu dibahas dengan
dinamika kepribadian sebagaimana berikut ini.
a.
Kecenderungan
mengaktualisasi
Rogers beranggapan bahwa organisme manusia adalah
unik dan memiliki kemampuan untuk
mengarahkan, mengatur, mengontrol dirinya, dan mengembangkan potensinya. Oleh
karena itu manusia berkecenderungan untuk mengaktualisasi diri yaitu untuk
mengembangkan seluruh kemampuannya dengan jalan memelihara dan meningkatkan organisme kearah otonomi. Kecenderungan
mengaktualisasi sebagai daya dorong individu yang bersifat inherent karena sudah dimiliki sejak dilahirkan, hal ini ditunjukan
dengan kemampuan bayi untuk memberikan penilaian apa yang terasa baik dan yang
terasa tidak baik terhadap peristiwa yang diterimanya.
b. Penghargaan positif dari orang lain
Self berkembang dari interaksi yang dilakukan organisme
dengan relitas lingkunganya dan hasil interaksi ini menjadi pengalaman bagi
individu. Lingkungan sosial yang sangat berpengaruh oleh orang–orang yang
bermakna baginya. Seseorang akan berkembang secara positif jika di dalam
berinteraksi itu mendapatkan penghargaan, penerimaan, dan cinta dari orang
lain. Sepanjang berinteraksi dengan orang lain itulah individu membutuhkan
penghargaan secara positif. Jika kebutuhan ini diperolehnya maka individu juga
akan belajar dan merasakan dirinya sebagai orang yang berharga,dapat menerima
dan mencintai dirinya sendiri. Memperoleh penghargaan positif dari orang lain
tanpa syarat dan penghargaan diri secara positif pada hakikatnya adalah
kebutuhan setiap individu.
c. Person yang berfungsi secara utuh
Individu yang terpenuhi kebutuhannya yaitu memperoleh
penghargaan positif tanpa syarat dan
mengalami penghargan diri akan dapat mencapai kondisi kongruesi antara self dan
pengalamannya pada akhirnya dia akan dapat mencapai penyesuaian psikologis
secara baik.
D. Hakikat Manusia
Berangkat dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Rogers menolak
pandangan Freud bahwa perilaku manusia
cenderung tidak disadari, irasional, dan distruktif. Sebaliknya Rogers
beranggapan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk membimbing, mengatur dan
mengendalikan dirinya sendiri.
Secara lebih lengkap hakikat manusia menurut rogers
adalah sebagai berikut:
§ Manusia
cenderung untuk melakukan aktualisasi. Hal ini dapat dipahami bahwa organisme
akan mengaktualisasikan kemampuannya dan memiliki kemampuan untuk mengarahkan
dirinya sendiri.
§ Perilaku
manusia pada dasarnya sesuai dengan persepsinya tentang medan fenomenal dan
individu itu mereaksi medan itu sebagaimana yang dipersepsi . Oleh karena itu
persepsi individu tentang medan
fenomenal bersifat subyektif.
§ Manusia
pada dasarnya bermartabat dan berharga
dan dia memiliki nilai–nilai yang dijunjung tinggi sebagai hal yang baik
bagi dirinya.
§ Secara
mendasar manusia itu baik dan dapat dipercaya, konstruktif tidak merusak
dirinya
E.
Perilaku Bermasalah
Perilaku
Bermasalah menurut Rogers adalah ketika tidak adanya hubungan yang kongruen
antara real self dan ideal selfnya serta selfas thought to be
seen by others.
Dikatakan
bermasalah apabiala tidak ada kesesuaian antara pengalaman dengan self atau
dalam keadaan kongruensi yang segala pengalamannya dianggap ancaman dan
individu terus melakukan distorsi dan penolakan terhadap
pengalaman-pengalamannya.
Karekteristik
orang yang bermasalah seperti pengasingan, ketidakselarasan antara pengalaman
dengan self, mengalami kecemasan yang ditunjukkan oleh ketidakkonsistenan
mengenai konsep dirinya, defensif, dan berperilaku salah penyesuaiannya.
F.
Prinsip-Prinsip Konseling
Berdasarkan pandangan Rogers tentang hakikat manusia
konseling berpusat pada person dilaksanakan berdasarkan prinsip–prinsip sebagai
berikut:
·
Konseling berpusat pada person difokuskan pada tanggung
jawab dan kesanggupan klien untuk menemukan cara–cara menghadapi kenyataan
secara lebih sempurna.
·
Menekankan pada dunia fenimenal klien dengan jalan member empati dan perhatian
terutama pada persepsinya terhadap dunianya.
·
Konseling ini dapat diterapkan pada individu yang dalam
kategori normal maupun yang mengalami derajat penyimpangan psikologis yang
lebih berat.
·
Konseling merupakan salah satu contoh hubungan pribadi
yang konstruktif.
·
Konselor perlu menunjukan sikap tertentu untuk
menciptakan hubungan terapeutik yang efektif terhadap klien (Corey, 1988 ).
G. Tujuan Konseling
Berangkat
dari pandangan Rogers tentang kepribadian sebagaimana telah diuraikan pada
bagian di atas jelas bahwa Rogers menaruh perhatian pada keadaan
psikologis yang sehat yang dapat
menyesuaikan secara psikologis.
Secara
ideal tujuan konseling berpusat pada person tidak terbatas oleh tercapainya
pribadi kongruesi saja. Bagi Rogers, tujuan konseling pada dasarnya sama dengan tujuan kehidupan ini yaitu apa
yang disebut dengan fully functioning
person yaitu pribadi yang berfungsi sepenuhnya.
Sahakian
(1976) merinci secara detail fully
functioning person sebagai berikut:
1.
Dia akan terbuka terhadap pengalamannya dan keluar dari
kebiasaannya untuk defensive.
2.
Karena itu seluruh pengalamannya akan dapat disadari
sebagai sebuah kenyataan.
3.
Seluruh yang disimbolisasi atau yang dinyatakan secara
verbal maupun dalam tindakan adalah akurat yang sebenarnya sebagaimana
pengalaman itu terjadi.
4.
Struktur selfnya akan kongruesi dengan pengalamanya.
5.
Struktur selfnya akan mampu berubah secara fleksibel
sejalan dengan pengalaman baru.
6.
Pengalaman selfnya akan dijadikan sebagai pusat evaluasi.
7.
Dia
akan memiliki pengalaman self regard.
8.
Dia akan berperilaku secara kreatif untuk beradaptasi
terhadap peristiwa-peristiwa yang baru.
9.
Dia akan menemukan nilai organismenya terpercaya mengarah
pada perilaku yang sangat memuaskan ,karena seluruh pengalamanya dapat
disadari,
10.
Dia akan dapat hidup dengan orang lain dengan keadaan
sangat memungkinkan untuk harmonis sebab dia tetap menghargai secara positif
karakter secara timbal balik.
H.
Kondisi Konseling dan Peran Konselor
Dalam pandangan Rogers, konselor lebih banyak berperan sebagai partner klien dalam
memecahkan masalahnya. Dalam hubungan konseling konselor ini lebih banyak
memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan segala permasalahanya, perasaan dan
persepsinya dan konselor merefleksikan segala yang diungkapkan klien. Agar
peran ini dapat dipertahankan dan tujuan konseling dapat dicapai
kondisi–kondisi yang dapat diciptakan itu adalah sebagai berikut:
·
Konselor dan klien berada dalam hubungan psikologis
·
Klien adalah orang yang mengalami kecemasan, penderitaan
dan ketidakseimbangan.
·
Konselor adalah benar–benar dirinya sejati dalam
berhubungan dengan klien .
·
Konselor merasa atau menunjukan unconditional positif regard pada klien.
·
Konselor menunjukan adanya rasa empati dan memahami
tentang kerangka acuan klien dan
memberitahukan pemahamannya kepada
klien.
·
Klien menyadari usaha konselor yang menunjukan sikap
empatik berkomunikasi dan unconditioning
positif regard pada klien.
I. Tahapan
Konseling/Teknik Konseling
Penekanan
masalah ini adalah dalam hal filosofis dan sikap konselor ketimbang teknik, dan
mengutamakan hubungan konseling ketimbang perkataan dan perbuatan konselor.
Implementasi teknik konseling didasari oleh paham filsafat dan sikap konselor
tersebut. Karena itu teknik konseling Rogers berkisar antara lain pada
cara-cara penerimaan pernyataan dan komunikasi, menghargai orang lain dan
memahaminya (klien). Karena itu dalam teknik amat digunakan sifat-sifat
konselor berikut:
a.
Acceptance artinya konselor menerima klien sebagaimana adanya dengan
segala masalahnya. Jadi sikap konselor adalah menerima secara netral.
b. Congruence artinya karakteristik konselor adalah terpadu, sesuai kata dengan perbuatan
dan konsisten.
c.
Understanding artinya konselor harus dapat secara akurat dan memahami
secara empati dunia klien sebagaimana dilihat dari dalam diri klien itu.
d. Nonjudgemental artinya tidak memberi penilaian terhadap klien, akan tetapi konselor selalu
objektif.
J.
Kelebihan dan
Keterbatasan Client-Centered Teraphy
1. Kelebihan
Pendekatan
Client-Centered merupakan corak yang dominan yang digunakan dalam
pendidikan konselor, beberapa alasannya adalah:
a. Terapi Client-Centered memiliki sifat keamanan.
b. Terapi Client-Centered menitikberatkan mendengar
aktif, memberikan respek kepada klien, memperhitungkan kerangka acuan internal
klien, dan menjalin kebersamaan dengan klien yang merupakan kebalikan dari
menghadapi klien dengan penafsiran-penafsiran.
c. Para terapis Client-Centered secara khas
mereflesikan isi dan perasaan-perasaan, menjelaskan pesan-pesan, membantu para
klient untuk memeriksa sumber-sumbernya sendiri, dan mendorong klien untuk
menemukan cara-cara pemecahannya sendiri.
Jadi, terapi Client-Centered jauh lebih aman dibanding dengan
model-model terapi lain yang menempatkan terapis pada posisi direktif, membuat
penafsiran-penafsiran, membentuk diagnosis, menggali ketaksadaran, menganalisis
mimpi-mimpi, dan bekerja ke arah pengubahan kepribadian secara radikal.
Pendekatan Client-Centered dengan berbagai cara memberikan
sumbangan-sumbangan kepada situasi-situasi konseling individual maupun kelompok
atau dengan kata lain memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
a. Memberikan landasan humanistik bagi usaha memahami dunia
subyektif klien, memberikan peluang yang jarang kepada klien untuk
sungguh-sungguh didengar dan mendengar.
b. Mereka bisa menjadi diri sendiri, sebab mereka tahu bahwa
mereka tidak akan di evaluasi dan dihakimi.
c. Mereka akan merasa bebas untuk bereksperimen dengan
tingkah laku baru.
d. Mereka dapat diharapkan memikul tanggung jawab atas diri
mereka sendiri, dan merekalah yang memasang langkah dalam konseling.
e. Mereka yang menetapkan bidang-bidang apa yang mereka
ingin mengeksplorasinya di atas landasan tujuan-tujuan bagi perubahan.
f. Pendekatan Client-Centered menyajikan kepada klien
umpan balik langsung dan khas dari apa yang baru dikomunikasikannya.
g. Terapis bertindak sebagai cermin, mereflesikan
perasaan-perasaan kliennya yang lebih dalam.
Jadi kesimpulanya, bahwa klien memiliki kemungkinan untuk mencapai fokus
yang lebih tajam dan makna yang lebih dalam bagi aspek-aspek dari struktur
dirinya yang sebelumnya hanya diketahui sebagian oleh klien. Perhatian klien
difokuskan pada banyak hal yang sebelunya tidak diperhatikannya. Klien oleh
karenanya bisa meningkatkan sendiri keseluruhan tindakan mengalaminya.
2.
Kelemahan
Adapun kelemahan pendekatan Client-Centered terletak pada beberapa
hal berikut ini:
a. Cara sejumlah pemratek menyalahtafsirkan atau
menyederhanakan sikap-sikap sentral dari posisi Client-Centered.
b. Tidak semua konselor bisa mempraktekan terapi Client-Centered,
sebab banyak konselor yang tidak mempercayai filsafat yang melandasinya.
c. Membatasi lingkup tanggapan dan gaya konseling mereka
sendiri pada refleksi-refleksi dan mendengar secara empatik.
d. Adanya jalan yang menyebabkan sejumlah pemraktek menjadi
terlalu terpusat pada klien sehingga mereka sendiri kehilangan rasa sebagai
pribadi yang unik.
Melihat beberapa
kelemahan dari pendekatan Client-Centered di atas perlu adanya
rekomendasi. Memang secara paradoks terapis dibenarkan berfokus pada klien
sampai batas tertentu, sehingga menghilangkan nilai kekuatannya sendiri sebagai
pribadi, dan oleh karena itu kepribadiannya kehilangan pengaruh. Terapis perlu
menggarisbawahi kebutuhan-kebutuhan dan maksud-maksud klien, dan pada saat yang
sama ia bebas membawa kepribadiannya sendiri ke dalam pertemuan terapi.
Jadi, orang bisa memiliki
kesan bahwa terapi Client-Centered tidak hhlebih dari pada tekhnik
mendengar dan merefleksikan. Tetapi Client-Centered berlandaskan
sekumpulan sikap yang dibawa oleh terapis kedalam pertemuan denga kliennya, dan
lebih dari kualitas lain yang mana pun, kesejatian terapis menentukan kekuatan
hubungan terapeutik. Apabila terapis menyembunyikan identitas dan gayanya yang
unik dengan suatu cara yang pasif dan nondirektif, ia bisa jadi tidak akan
merugikan klien, tetapi bisa jadi juga tidak akan sungguh-sungguh mampu
mempengaruhi klien dengan suatu cara yang positif. Keotentikan dan keselarasan
terapis demikian vital sehingga terapis yang berpraktek dalam kerangka Client-Centered
harus wajar dalam bertindak dan harus menemukan suatu cara mengungkapkan
reaksi-reaksinya kepada klien. Jika tidak demikian, maka kemungkinan yang nyata
adalah: terapi Client-Centered akan dikecilkan menjadi suatu corak kerja
yang ramah dan aman, tetapi tidak membuahkan hasil
K.
Kasus
yang Sesuai dengan Client-Centered Teraphy
Seseorang akan menghadapi
persoalan jika diantara unsur-unsur dalam gambaran terhadap diri sendiri timbul
konflik dan pertentangan, lebih-lebih antara siapa saya ini sebenarnya (real
self) dan saya seharusnya menjadi orang yang bagaimana (ideal self).
Berbagai pengalaman hidup menyadarkan orang akan keadaan dirinya yang tidak
selaras itu, kalau keseluruhan pengalaman nyata itu sungguh diakui dan tidak di
sangkal.
Berikut
ini ada contoh kasus yang biasa ditangani oleh pendekatan Client-centered.
Misalnya, seorang mahasiswi mengira bahwa dia sangat sayang pada adiknya yang
perempuan, tetapi pada suatu saat dia mulai sadar akan tingkah lakunya yang
bertentangan dengan fikiran itu, karena ternyata dia berkali-kali mengucapkan
kata-kata yang sengit penuh rasa iri kepada adiknya yang sudah mempunyai pacar.
Padahal, terhadap adik sendiri seorang kakak tidak boleh bertindak begitu. Pengalaman
yang nyata ini menunjuk pada suatu pertentangan antara siapa saya ini
sebenarnya dan seharusnya menjadi orang yang bagaimana. Bilamana
mahasiswi mulai menyadari kesenjangan dan mengakui pertentangan itu, dia
menghadapi keadaan dirinya sebagaimana adanya. Kesadaran yang masih samar-samar
akan kesenjangan itu menggejala dalam perasaan kurang tenang dan cemas serta
dalam evaluasi diri sebagai orang yang tidak pantas (worthless).
Mahasiswi ini siap untuk menerima layanan konseling dan menjalani proses
konseling untuk menutup jurang pemisah antara dua kutub di dalam dirinya
sendiri, serta akhirnya menemukan dirinya kembali sebagai orang yang pantas (person
of worth).
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Terapi
Client-Centered berlandaskan suatu filsafat tentang manusia yang
menekankan bahwa kita memiliki dorongan bawaan kepada aktualisasi diri. Selain
itu, Rogers memandang manusia secara fenomenologis, yakni ia beranggapan bahwa
manusia menyusun dirinya sendiri menurut persepsi-persepsinya sendiri tentang
kenyataan. Orang termotivasi untuk mengaktualkan diri dalam
kenyataan yang dipersepsinya.
Teori Rogers berlandaskan
dalil bahwa klien memiliki kesanggupan untuk memahami faktor-faktor yang ada
dalam hidupnya yang menjadi penyebab ketidakbahagiaan. Klien juga memiliki
kesanggupan untuk mengarahkan diri dan melakukan perubahan pribadi yang
konstruktif. Perubahan pribadi akan timbul jika terapis yang selaras bisa
membangun hubungan dengan klienya, suatu hubungan yang ditandai oleh
kehangatan, penerimaan, pengertian empatik yang akurat. Konseling terapeutik
berlandaskan hubungan Aku-Kamu, atau hubungan pribadi ke pribadi dalam keamanan
dan penerimaan yang mendorong klien untuk menanggalkan pertahanan-pertahanannya
yang kaku serta menerima dan mengintegrasikan aspek-aspek dari sistem dirinya
yang sebelumnya diingkari.
Terapi Client-Centered
menempatkan tanggung jawab utama terhadap arah terapi pada klien. Tujuan-tujuan
umumnya ialah menjadi lebih terbuka kepada pengalaman, mempercayai organismenya
sendiri, mengembangkan evaluasi internal, kesediaan untuk menjadi suatu proses,
dan dengan cara-cara lain bergerak menuju taraf-taraf yang lebih tinggi dari
aktualisasi diri. Terapis tidak mengajukan tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang
spesifik kepada klien, klien sendirilah yang menetapkan tujuan-tujuan dan
nilai-nilai hidupnya yang spesifik.
No comments:
Post a Comment